Sabtu, 12 Desember 2015

Tatapan Almamater Biru

Pagi itu udara sangat panas, matahari menyinari kota tempat aku berada 7 tahun ini. Kota kecil yang menyimpan sejuta sejarah yang takkan pernah mampu hilang dari memori kecil ini sampai kapan pun. Aku menjadi bagian dari kota ini dan dari sinilah semua bermula.

Namaku Nurul Fadillah, akrab disapa Nurul oleh teman seperjuanganku. Namun, bagi orang yang mengenalku dengan baik mereka menyapa ku Dillah.


Sudah lima semester aku menjalani rutinitas sebagai seorang Mahasiswi dari perguruan tinggi Universitas Samawa. Rutinitas yang panjang namun indah. Dan aku terjebak dalam lingkaran kehidupan yang kian menyusahkan ketenangan akal dan hati. Bagaimana tidak, ketika akal harus siap bercabang untuk persoalan hati. Ya. Tidak lain dari sebutan yang sering di dengar, yang bisa saja hadir kapan dan di manapun mereka mau.


Cinta . . .


Satu kata namun mengandung beribu makna dan tidak bisa terlepas dari kehidupan. Apa sebenarnya cinta ini? Bagaimana bisa satu kata yang terlihat dan terdengar sederhana namun memiliki banyak pengaruh. Kadang kita dibuat melayang di udara, menghirup udara segar, merasakan hangatnya matahari, menikmati indahnya bulan dan bintang diwaktu malam. Kadang juga satu kata ini bisa membuat penikmatnya seperti bernafas di dalam air yang kedalamannya mencapai ribuan meter. Kadang, kadang, kadang, dan masih banyak kadang lagi menghampiri satu kata ini.


Falling in love? Yes, I'm falling in love! Now!
Tak bisa dipungkiri, saat ini aku merasakan kembali bagaimana rasanya jatuh setelah cukup lama aku menutup hati dan membiarkan kekosongan menemani setiap gerak langkah ku.
Awal perasaan ini terjadi pagi itu. Ketika aku bersama kedua temanku duduk mengerjakan salah satau tugas kuliah di fotocopi depan kampus. Pagi itu, tidak ada orang lain yang berkunjung selain aku dan ke dua temanku. Tak lama setelah kami, datang dua orang pria dari arah yang sama, kampus. Aku tak menanggapi kedatangan ke dua pria itu karena ku fikir ini adalah tempat umum dan siapa saja boleh berkunjung kapanpun mereka ingin.


Bunyi nada SMS saat itu terdengar di telingaku yang ternyata milik dari salah seorang pria tadi. Aku melihat pria berkulit hitam manis itu membuka HP nya. Setelah membaca SMS itu, pandangan matanya mengarah ketempat aku dan temanku duduk. Bola matanya mencari dengan lembut, sepertinya ia sedang mencari objek dari isi SMS yang diterimanya. Karna tatapan mata itu, aku tak sadar kalau aku sudah memperhatikannya cukup lama. Pria berkulit hitam manis itu menoleh kebelakang, tempat dimana teman beralmamater biru itu berdiri. Secara bersamaan tatapan mereka tertangkap oleh mata ku, aku melihat mereka berdua tersenyum setelah pria berkulit hitam manis itu menemukan objeknya.


"Alo eneng nomor ne, pergilah minta nomornya". Nada berbicara dengan bahasa khas daerahnya.
Aku menoleh untuk kedua kalinya ketika mendengar kalimat itu dan sambil tersenyum, aku mengerti maksud mereka tapi aku tidak mengatahui siapa wanita yang mereka maksud. Karena tak ingin terkesan gr aku tak menghiraukan apa yang mereka lakukan setelah itu. Tak ku tolehkan lagi tatapanku, dan tak ku balas lagi senyuman itu.

"Siapa yang mereka maksud? Pasti dari salah satu temanku, karena tak mungkin orang lain disini hanya ada aku dan ke dua temanku." Pemikiranku mulai menerka siapa wanita yang ada dipercakapan SMS itu.

Namun tak lama setelah itu, kami kembali ke kampus. Aku dan Suci berjalan kaki mendahului Tanti yang menggunakan motor.

Sesampai dikampus Tanti menyampaikan kepadaku, bahwa seorang pria berkulit hitam manis meminta nomorku.


"Mba, temannya yang pakai jilbab pink tadi?" Ucap seorang pria berkulit hitam manis kepada temanku Tanti
"Iya, kenapa?" Jawab Tanti.
"Boleh saya minta nomornya?" Ucap pria itu dengan lembut.
"Gak ada nomornya di saya." Tanti menjawab dengan sedikit tertawa.




Disengaja atau tidak, kedua pria tadi terlihat lagi oleh mataku. Mereka memarkirkan motornya di dekat kami duduk saat itu. Depan LPPM. Karna tak ingin dihantui oleh rasa penasaran, aku menanyakan lagi pada Tanti untuk meyakinkan bahwa memang benar pria itu adalah pria berkulit hitam manis itu. Dan ternyata tanti menjawab iya, pria yang berkulit hitam manis itulah yang meminta.


Akhirnya aku tahu siapa pria itu. Ya. Pria berkulit putih bersih, menggunakan almamater biru. Dia lah sebenarnya yang menginginkan, sebab tidak mungkin pria berkulit hitam manis itu karena dialah yang menerima SMS dan mencari objek dari isi SMS yang diterimanya.


Setelah kejadian pagi menjelang siang hari itu, aku sudah melihatnya tiga kali, di tempat yang berbedan namun dengan tatapan mata yang sama. Tatapan mata yang ku tangkap itu terlihat lain, tidak seperti tatapan yang dimiliki kebanyakan orang. Dari mata itu aku dapat melihat banyak kegelisahan yang disembunyikannya. Bukan hanya masalah perasaan tapi persoalan lain terdapat di mata itu. Entahlah. Entah apa yang ia hadapi dan sembunyikan, tapi mata itu terlihat banyak kegelisahan. Dan suara ejekkan dari seorang teman yang berkulit hitam manis setiap kali aku terlihat oleh mereka selalu terdengar jelas di telingaku...


Namun, satu tatapan mata darinya yang tidak bisa hilang dari ingatanku dan masih terlihat jelas oleh mataku.


Mata itu . . . Aaaahhhh .. Susah menjelaskan tatapannya saat itu, terlihat begitu banyak yang ia sembunyikan dari kesehariannya.

Bahkan aku masih mengingat jelas kapan aku mendapatkan tatapan itu.

Tatapan itu, aku mendapatkannya pada 1 Desember 2015. Kurang lebih pukul sembilan pagi.


Dan karena tatapan 1 Desember itu, kamu berhasil membuat aku juga merasakannya. Merasakan seperti yang mereka rasankan. Merasakan yang dulu aku juga pernah rasakan. Namun sekarang, aku merasakan perasaan ini ke kamu.



Tulisan ini untukmu. Pemilik tatapan mata itu si pengguna almamater biru.



Aku sengaja nulis disini, karena aku yakin kamu gak bakalan baca blog aku yang ini.


Pasti kamu gak bakalan ngebacakan :)


















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar